Saat anak mulai masuk ke dunia pendidikan, wajar jika orang merasa khawatir terkait posisi sang buah hati di sekolah, seperti terkait kemampuan untuk mengikuti materi pembelajaran, jumlah teman, tingkat keterampilan, hingga penyesuaian diri di lingkungan.
Make It, ada satu hal yang dapat dilakukan orang tua untuk menghilangkan rasa khawatir soal risiko tantangan sosial yang bakal dihadapi anak, yakni melatih ketahanan mental.
Anak-anak yang tangguh diklaim memiliki kemampuan lebih untuk mengendalikan emosi mereka, bangkit kembali dari kegagalan, dan memaafkan diri sendiri setelah melakukan kesalahan. Lantas, bagaimanakah cara melatih anak agar memiliki mental yang tangguh?
Berikut lima hal yang dapat dilakukan orang tua agar anak bisa lebih tangguh, mengutip CNBC Make It.
1. Membiarkan Anak Gagal
Profesor Pediatri di Children’s Hospital of Philadelphia, Dr. Ken Ginsburg mengungkapkan bahwa saat ini masih ada beberapa orang tua yang membatasi pengalaman anak karena dinilai tidak menyenangkan atau menyakiti perasaan buah hati mereka. Hal ini sebenarnya tak boleh dilakukan karena dapat menghambat pertumbuhan anak.
“Tugas orang tua adalah melindungi anak-anak mereka dan membiarkan mereka belajar dari kegagalan,” ujar Dr. Ginsburg, dikutip Senin (14/10/2024).
“Salah satu cara untuk mempersiapkan anak Anda dalam menghadapi kesulitan adalah membiarkan mereka sesekali jatuh dan bangkit kembali,” sambungnya.
2. Membiarkan Anak Merasa Khawatir
Setiap orang tua pasti ingin mengatakan “Jangan khawatir,” saat anak mengalami suatu masalah. Namun, pendiri Resilience Leadership Institute, Taryn Marie Stejskal mengatakan bahwa hal itu tidak baik untuk dilakukan.
Justru, orang tua wajib mengajarkan anak cara mengatasi kecemasan dan kekhawatiran. Selain itu, orang tua juga disarankan memberi ruang kepada anak untuk mereka merasa khawatir.
“Atur pengatur waktu selama lima menit dan minta anak Anda untuk mengkhawatirkan setiap aspek kekhawatiran mereka,” kata Stejskal.
“Anda bahkan bisa meminta anak untuk menuliskan semua kecemasan mereka. Kemudian setelah waktu berakhir, minta anak untuk melepaskan kekhawatiran dan tidak lagi memikirkannya,” lanjut penulis The 5 Practices of Highly Resilient People: Why Some Flourish When Others Fold itu.
3. Membantu Anak Memikirkan Skenario Terburuk dan Terbaik
Stejskal mengatakan, cara lain untuk membantu anak dalam mengatasi kekhawatiran adalah meminta mereka untuk menyiapkan skenario terburuk dan terbaik dari apa yang mungkin terjadi.
“Hal ini dapat membantu mereka untuk merasa lebih aman karena telah menyadari bahwa hasil terburuk yang dibayangkan tidak seburuk yang diperkirakan,” jelas Stejskal.
“Mengingatkan anak-anak bahwa mereka mampu menangani apapun, bahkan skenario terburuk sekalipun dapat membantu mereka untuk sadar jika sebagian besar masalah ternyata dapat diatasi,” imbuhnya.
Selain skenario terburuk, Stejskal mengatakan bahwa meminta anak untuk memikirkan risiko terbaik juga menunjukkan kepada mereka jika hasil positif itu benar-benar mungkin terjadi.
4. Menghargai Perkembangan Pribadi
Mantan eksekutif senior Procter & Gamble, Scott Mautz mengungkapkan bahwa meremehkan validasi eksternal ternyata penting untuk membantu pengembangan kekuatan mental dan ketangguhan anak. Bukan tanpa alasan, hal ini agar anak bisa menilai sendiri kemampuan diri sendiri.
“Bantu anak-anak Anda untuk mengukur kinerja mereka terhadap harapan pribadi daripada mencari validasi dari orang lain,” kata Mautz.
“Daripada menilai apakah mereka memenuhi standar orang lain, dorong mereka untuk mempertimbangkan: ‘Apakah saya mencapai apa yang ingin saya lakukan?’ dan ‘Apakah saya menjadi versi yang lebih baik dari diri saya sendiri?’,” lanjutnya.
5. Fokus pada Proses, Bukan Hasil
Tidak dapat dipungkiri bahwa anak-anak berpotensi mengalami kegagalan saat ingin mencapai tujuan mereka. Namun, terlalu berfokus pada hasil dapat membuat anak-anak ogah untuk mengambil risiko dan berkembang.
“Terlalu bersemangat tentang hasil dapat menggerogoti kekuatan mental anak-anak karena begitu banyak faktor selain usaha yang dapat memengaruhi hasil,” kata Mautz.
Sebaliknya, tanyakan kepada anak tentang apa yang mereka pelajari dalam proses tersebut atau apakah mereka bersenang-senang. Hal ini dapat membantu anak-anak untuk melihat bahwa ada nilai dalam mencoba hal-hal baru, meskipun hasilnya tidak sesuai rencana.